Kabupaten Brebes sekitar tahun 1859-an
Brebes periode 1859-an dalam Wordenboek van Nederlandsch Indie:
Aardrijkskundig en Statistich digambarkan sebagai dataran rendah yang berpaya, dan dalam administrasi pemerintahan merupakan bagian dari kabupaten yang terletak di sebelah barat keresidenan Tegal. Wilayah sebelah utara berbatasan dengan laut Jawa, disebelah barat berbatasan dengan Cirebon dan Banyumas dan disebelah selatan dengan kabupaten Tegal. Keresidenan ini terbagi ke dalam lima distrik, yaitu: Losari,Brebes, Lebaksiu, Bumi Ayu dan Salem. Jumlah penduduk ke lima distrik tersebut sekitar 93.000 jiwa. Roda perekonomian wilyah ini ditunjang oleh keberadaan perkebunan-perkebunan yang ada di wilayah tersebut, terutama perkebunan tebu dan tembakau.Di daerah ini terdapat dua pabrik gula, bernama Jati Barang dengan jumlah tanaman tebu sebanyak 400 bau yang dimiliki oleh Holmberg de Beckfeldt dan satu pabrik lagi terdapat di Lemahabang yang dimiilki oleh Hoevenaar dengan jumlah tanaman tebu seluas 150 bau. Jumlah penduduk kabupaten Brebes pada tahun 1861 berkisar 29.765 jiwa. Distrik Brebes sendiri dihuni oleh sekitar 2000 suku Jawa dan sekitar 100 orangetnis Cina.
Inlandsche School di Brebes
Inlandsche School – atau sekolah pribumi di Brebes dibuka pada tahun 1856
ketika jabatan Residen Brebes dipegang oleh Raden Adipati Arja Panata Joeda yang diangkat oleh pemerintah kolonial pada tanggal 14 Mei 1850. Belum ditemukan informasi yang lengkap, dasar pertimbangan pemerintah Hindia Belanda membuka sekolah pribumi di kabupaten ini. Laporan yang dibuat oleh Residen tiga tahun setelah pembukaan sekolah tersebut menyiratkan tujuan pendirian tersebut adalah menciptakan pribumi terdidik untuk ditempatkan sebagai pegawai rendah di dalam dinas pemerintahan kolonial Belanda..
Tiga tahun setelah dibuka, residen Brebes menyampaikan sebuah laporan
mengenai kondisi dan perkembangan sekolah kepada Gouverneur Generaal. Laporan ini menjadi sebuah laporan yang menarik, karena memberi informasi yang cukup lengkap, sehingga potret sekolah pribumi di Brebes sejak berdirinya sampai di tahun ketiga usianya dapat tergambar dengan jelas.
Sebagaimana pendidikan pribumi di Hindia Belanda pada waktu itu, murid murid berasal dari lingkungan terbatas. Hal ini dikarenakan kebijakan pemerintah kolonial yang hanya mengijinkan anak-anak kalangan tertentu dapat bersekolah,yakni anak priyayi dan orang kaya. Dengan demikian dapat dipahami apabila murid-murid ‘Inlandsche School’ di Brebes umumnya berasal dari keluarga priyayi kecil atau
orang-orang non pemerintah dan beberapa orang lagi merupakan anak dari keluarga kaya diluar jalur birokrasi pemerintah. Laporan tersebut menyatakan bahwa keseluruhan murid ‘Inlandsche School berasal dari keluarga inlandsche ambtenaren, beberapa anak orang partikelir kaya, serta anak dari kepala-kepala desa di Brebes.
Usia murid ‘Inlandsche School Brebes’ sangat beragam, karena dalam laporan
tersebut Residen Brebes menyebutkan antara 7 sampai 20 tahun. Perjalanan sekolah ini dari awal pendiriannya pada tahun 1856 sampai 1859 menunjukkan, tidak ada perkembangan yang luar biasa. Jumlah murid dari tahun ke tahun mengalami penurunan, namun residen menyatakan bahwa tidak ada alasan tertentu yang dapat diberikan dan dipakai untuk memberikan jawaban atas berkurangnya jumlah murid tersebut. Selain terjadi pengurangan jumlah murid, kualitas pelajaran di sekolah tercatat tidak sebagus sekolah-sekolah sejenis yang terdapat di Tegal dan Pemalang.Standar pengukuran kualitas pendidikan ini didasarkan pada hasil ‘examen’ dan laporan kemajuan murid-murid.
Kurikulum “Inlandsche School” mengajarkan beberapa mata pelajaran yang
beragam, meliputi:
1. Membaca bahasa Jawa dengan huruf bukan Jawa (maksudnya huruf latin) dan bahasa Melayu dengan huruf latin
2. Menulis, baik dalam bahasa Jawa maupun bahasa latin
3. Menterjemahkan tulisan-tulisan berbahasa Jawa ke Bahasa Melayu dan sebaliknya.
4. Ilmu berhitung
5. Ilmu ukur tanah, serta
6. Ilmu Bumi mengenai Pulau Jawa.
Pelajaran-pelajaran tersebut disampaikan oleh guru dengan menggunakan
beberapa buku pelajaran, yang kesemuanya merupakan buku tugas berbahasa Jawa. Judul-judul buku tersebut adalah: Laijang etoeng bab pamoerwat oetawa kang diarani Boeboekaning kawroeg etoeng (Dasar Dasar Ilmu Hitung), Woewoelang Betjik (kemungkinan buku pelajaran tentang Budi Pekerti), Tjarios anak-anak (Buku Cerita anak-anak), Lajang Wijakarana Djawa (Buku Pelajaran Bahasa Jawa) , buku Bahasa Melayu berjudul Kitab Pengajaran Bahasa Melayu (Buku Pelajaran Bahasa Melayu berjudul Kitab Pengajaran Bahasa Melayu), serta Panduan pemerintah untuk pengukuran tanah serta Peta Pulau Jawa.
Penyelenggaraan Ujian (lanjutan) untuk siswa
Ujian tahunnan biasanya diselenggarakan dibawah pengawasan Residen dan
kontroleur /pengawas Landelijke Inkomsten en Kulturen. Mereka yang terpilih
sebagai pengawas dan penyelenggara, bertanggung jawab terhadap pelaksanaan ujian
murid-murid.
Hasil akhir ujian yang dilaksanakan di Inlandsche School Brebes
menunjukkan, bahwa kualitas sekolah ini belum sebaik sekolah pribumi di beberapa
tempat yang lain, karena murid-murid tersebut lebih ketinggalan dibandingkan dengan murid-murid yang ada di Tegal dan Pemalang. Kelemahan atau ketertinggalan muridmurid di sekolah pribumi di Brebes tersebut dalam analisa Residen kemungkinan “dikarenakan tidak adanya satu atau lebih bentuk pendidikan“. Dengan alasan tersebut Residen berpendapat bahwa solusi yang baik untuk meningkatkan mutu pendidikan disekolah pribumi tersebut adalah mengirimkan guru-guru di sekolah tersebut untuk memperdalam keahliannya dengan cara melanjutkan pendidikan di sekolah Tegal.
Gaji Guru dan Keadaan Sekolah
Pemerintah menyatakan kepada Kepala Sekolah bahwa di sekolah ini tidak
ada guru yang digaji oleh pemerintah tetapi biasanya sebagai gantinya guru yang
magang tersebut boleh memilih untuk melanjukan sekolah yang cocok di Tegal.
Pengawasan Inlandsche School di Brebes dilakukan oleh Residen. Hampir setiap hari, Residen mengunjungi sekolah pribumi untuk melihat dari dekat
Pungutan uang sekolah ditetapkan berdasarkan artikel pasal (1) Surat
Keputusan Pemerintah tgl. 12 November 1857 No. 29, dan penggunaannya ditujukan demi kepentingan pendidikan. Pemerintah tidak mengeluarkan subsidi untuk sekolahpribumi. Dana sekolah tersebut dipakai untuk membayar pengeluaran yang diperlukan.
Brebes periode 1859-an dalam Wordenboek van Nederlandsch Indie:
Aardrijkskundig en Statistich digambarkan sebagai dataran rendah yang berpaya, dan dalam administrasi pemerintahan merupakan bagian dari kabupaten yang terletak di sebelah barat keresidenan Tegal. Wilayah sebelah utara berbatasan dengan laut Jawa, disebelah barat berbatasan dengan Cirebon dan Banyumas dan disebelah selatan dengan kabupaten Tegal. Keresidenan ini terbagi ke dalam lima distrik, yaitu: Losari,Brebes, Lebaksiu, Bumi Ayu dan Salem. Jumlah penduduk ke lima distrik tersebut sekitar 93.000 jiwa. Roda perekonomian wilyah ini ditunjang oleh keberadaan perkebunan-perkebunan yang ada di wilayah tersebut, terutama perkebunan tebu dan tembakau.Di daerah ini terdapat dua pabrik gula, bernama Jati Barang dengan jumlah tanaman tebu sebanyak 400 bau yang dimiliki oleh Holmberg de Beckfeldt dan satu pabrik lagi terdapat di Lemahabang yang dimiilki oleh Hoevenaar dengan jumlah tanaman tebu seluas 150 bau. Jumlah penduduk kabupaten Brebes pada tahun 1861 berkisar 29.765 jiwa. Distrik Brebes sendiri dihuni oleh sekitar 2000 suku Jawa dan sekitar 100 orangetnis Cina.
Inlandsche School di Brebes
Inlandsche School – atau sekolah pribumi di Brebes dibuka pada tahun 1856
ketika jabatan Residen Brebes dipegang oleh Raden Adipati Arja Panata Joeda yang diangkat oleh pemerintah kolonial pada tanggal 14 Mei 1850. Belum ditemukan informasi yang lengkap, dasar pertimbangan pemerintah Hindia Belanda membuka sekolah pribumi di kabupaten ini. Laporan yang dibuat oleh Residen tiga tahun setelah pembukaan sekolah tersebut menyiratkan tujuan pendirian tersebut adalah menciptakan pribumi terdidik untuk ditempatkan sebagai pegawai rendah di dalam dinas pemerintahan kolonial Belanda..
Tiga tahun setelah dibuka, residen Brebes menyampaikan sebuah laporan
mengenai kondisi dan perkembangan sekolah kepada Gouverneur Generaal. Laporan ini menjadi sebuah laporan yang menarik, karena memberi informasi yang cukup lengkap, sehingga potret sekolah pribumi di Brebes sejak berdirinya sampai di tahun ketiga usianya dapat tergambar dengan jelas.
Sebagaimana pendidikan pribumi di Hindia Belanda pada waktu itu, murid murid berasal dari lingkungan terbatas. Hal ini dikarenakan kebijakan pemerintah kolonial yang hanya mengijinkan anak-anak kalangan tertentu dapat bersekolah,yakni anak priyayi dan orang kaya. Dengan demikian dapat dipahami apabila murid-murid ‘Inlandsche School’ di Brebes umumnya berasal dari keluarga priyayi kecil atau
orang-orang non pemerintah dan beberapa orang lagi merupakan anak dari keluarga kaya diluar jalur birokrasi pemerintah. Laporan tersebut menyatakan bahwa keseluruhan murid ‘Inlandsche School berasal dari keluarga inlandsche ambtenaren, beberapa anak orang partikelir kaya, serta anak dari kepala-kepala desa di Brebes.
Usia murid ‘Inlandsche School Brebes’ sangat beragam, karena dalam laporan
tersebut Residen Brebes menyebutkan antara 7 sampai 20 tahun. Perjalanan sekolah ini dari awal pendiriannya pada tahun 1856 sampai 1859 menunjukkan, tidak ada perkembangan yang luar biasa. Jumlah murid dari tahun ke tahun mengalami penurunan, namun residen menyatakan bahwa tidak ada alasan tertentu yang dapat diberikan dan dipakai untuk memberikan jawaban atas berkurangnya jumlah murid tersebut. Selain terjadi pengurangan jumlah murid, kualitas pelajaran di sekolah tercatat tidak sebagus sekolah-sekolah sejenis yang terdapat di Tegal dan Pemalang.Standar pengukuran kualitas pendidikan ini didasarkan pada hasil ‘examen’ dan laporan kemajuan murid-murid.
Kurikulum “Inlandsche School” mengajarkan beberapa mata pelajaran yang
beragam, meliputi:
1. Membaca bahasa Jawa dengan huruf bukan Jawa (maksudnya huruf latin) dan bahasa Melayu dengan huruf latin
2. Menulis, baik dalam bahasa Jawa maupun bahasa latin
3. Menterjemahkan tulisan-tulisan berbahasa Jawa ke Bahasa Melayu dan sebaliknya.
4. Ilmu berhitung
5. Ilmu ukur tanah, serta
6. Ilmu Bumi mengenai Pulau Jawa.
Pelajaran-pelajaran tersebut disampaikan oleh guru dengan menggunakan
beberapa buku pelajaran, yang kesemuanya merupakan buku tugas berbahasa Jawa. Judul-judul buku tersebut adalah: Laijang etoeng bab pamoerwat oetawa kang diarani Boeboekaning kawroeg etoeng (Dasar Dasar Ilmu Hitung), Woewoelang Betjik (kemungkinan buku pelajaran tentang Budi Pekerti), Tjarios anak-anak (Buku Cerita anak-anak), Lajang Wijakarana Djawa (Buku Pelajaran Bahasa Jawa) , buku Bahasa Melayu berjudul Kitab Pengajaran Bahasa Melayu (Buku Pelajaran Bahasa Melayu berjudul Kitab Pengajaran Bahasa Melayu), serta Panduan pemerintah untuk pengukuran tanah serta Peta Pulau Jawa.
Penyelenggaraan Ujian (lanjutan) untuk siswa
Ujian tahunnan biasanya diselenggarakan dibawah pengawasan Residen dan
kontroleur /pengawas Landelijke Inkomsten en Kulturen. Mereka yang terpilih
sebagai pengawas dan penyelenggara, bertanggung jawab terhadap pelaksanaan ujian
murid-murid.
Hasil akhir ujian yang dilaksanakan di Inlandsche School Brebes
menunjukkan, bahwa kualitas sekolah ini belum sebaik sekolah pribumi di beberapa
tempat yang lain, karena murid-murid tersebut lebih ketinggalan dibandingkan dengan murid-murid yang ada di Tegal dan Pemalang. Kelemahan atau ketertinggalan muridmurid di sekolah pribumi di Brebes tersebut dalam analisa Residen kemungkinan “dikarenakan tidak adanya satu atau lebih bentuk pendidikan“. Dengan alasan tersebut Residen berpendapat bahwa solusi yang baik untuk meningkatkan mutu pendidikan disekolah pribumi tersebut adalah mengirimkan guru-guru di sekolah tersebut untuk memperdalam keahliannya dengan cara melanjutkan pendidikan di sekolah Tegal.
Gaji Guru dan Keadaan Sekolah
Pemerintah menyatakan kepada Kepala Sekolah bahwa di sekolah ini tidak
ada guru yang digaji oleh pemerintah tetapi biasanya sebagai gantinya guru yang
magang tersebut boleh memilih untuk melanjukan sekolah yang cocok di Tegal.
Pengawasan Inlandsche School di Brebes dilakukan oleh Residen. Hampir setiap hari, Residen mengunjungi sekolah pribumi untuk melihat dari dekat
Pungutan uang sekolah ditetapkan berdasarkan artikel pasal (1) Surat
Keputusan Pemerintah tgl. 12 November 1857 No. 29, dan penggunaannya ditujukan demi kepentingan pendidikan. Pemerintah tidak mengeluarkan subsidi untuk sekolahpribumi. Dana sekolah tersebut dipakai untuk membayar pengeluaran yang diperlukan.
Sarana dan prasarana Inlandsche School di Brebes sangat terbatas dan tidak
mempunyai gedung sendiri, sehingga Residen Brebes memberikan sebagian dari gedung pemerintahan untuk digunakan sebagai ruang kelas. Kondisi ruangan yang diberikan oleh Residen tersebut sempit dan berdebu. Pemeliharaan Ruang sekolah tidak diserahkan kepada orang lain, kemungkinan dilakukan oleh pesuruh sekolah,karena dalam daftar pengeluaran uang, Inlandsche School Brebes mengeluarkan uangs ebanyak f.36 untuk gaji pesuruh sekolah.
Jumlah murid tidak bertambah, namun demikian Residen berpendapat bahwa
hal ini bukan menjadi bukti kemunduran sekolah pribumi tersebut. Satu hal yangcukup penting untuk menggambarkan kualitas sekolah tersebut adalah pernyataan Residen, bahwa murid sekolah guru yang magang di sekolah pribumi Brebes dan kemudian mengahlikan diri, diantara mereka tidak ada yang berhasil meningkatkankeahlian dan kemampuannya.
Alumnus sekolah tersebut ditempatkan pada berbagai kantor daerah untuk
dimagangkan sebagai ambtenar, agar supaya kemampuan mereka lebih berkembang.
Apabila kinerjanya bagus, maka dinas yang dipakai sebagai tempat magang dapat mengambil mereka untuk dipekerjakan ditempat tersebut.
mempunyai gedung sendiri, sehingga Residen Brebes memberikan sebagian dari gedung pemerintahan untuk digunakan sebagai ruang kelas. Kondisi ruangan yang diberikan oleh Residen tersebut sempit dan berdebu. Pemeliharaan Ruang sekolah tidak diserahkan kepada orang lain, kemungkinan dilakukan oleh pesuruh sekolah,karena dalam daftar pengeluaran uang, Inlandsche School Brebes mengeluarkan uangs ebanyak f.36 untuk gaji pesuruh sekolah.
Jumlah murid tidak bertambah, namun demikian Residen berpendapat bahwa
hal ini bukan menjadi bukti kemunduran sekolah pribumi tersebut. Satu hal yangcukup penting untuk menggambarkan kualitas sekolah tersebut adalah pernyataan Residen, bahwa murid sekolah guru yang magang di sekolah pribumi Brebes dan kemudian mengahlikan diri, diantara mereka tidak ada yang berhasil meningkatkankeahlian dan kemampuannya.
Alumnus sekolah tersebut ditempatkan pada berbagai kantor daerah untuk
dimagangkan sebagai ambtenar, agar supaya kemampuan mereka lebih berkembang.
Apabila kinerjanya bagus, maka dinas yang dipakai sebagai tempat magang dapat mengambil mereka untuk dipekerjakan ditempat tersebut.
0 komentar:
Posting Komentar