Rabu, 10 Agustus 2011

Drs. R.M.P. Sosrokartono

Sugih tanpa banda
Digdaya tanpa adji.
Ngalurug tanpa bala.
Menang tanpa ngasoraken."

[Artinya, "Kaya tanpa harta. Sakti tanpa azimat. Menyerang tanpa balatentara. Menang tanpa merendahkan."]


Itulah kata-kata mutiara yang tertera pada salah satu batu nisan makam Drs. R.M.P. Sosrokartono di Sidhomukti Kudus.

Ajaran Drs. R.M.P. Sosrokartono ini tidak mengajak orang-orang Indonesia jadi orang yang melarat, miskin, tak punya harta, sehingga mudah dipermainkan oleh mereka yang berharta. Tapi sesungguhnya, kembali pada penjelasan bahwa orang kaya itu bukanlah karena banyak harta bendanya, melainkan orang kaya itu adalah orang yang kaya hatinya, yang kaya mentalnya, kaya karena kekayaan batin.

“Puji kula mboten sanes namung sugih-sugeng-seneng-ipun sesami.”

Yang dimaksudkannya adalah si miskin akan akan tetap jadi miskin atau makin miskin karena bermental miskin. Bukankah orang kaya itu orang yang sudah tak lagi membutuhkan sesuatu, karena semuanya telah terpenuhi?
Meskipun anda tak berharta, tapi anda sudah merasa cukup dengan apa yang anda dapatkan di dunia ini, maka andalah orang kaya itu. Sebaliknya, meskipun anda banyak berharta, tapi anda masih menginginkan dan membutuhkan sesuatu yang begini dan begitu, maka anda bukanlah orang kya, karena anda masih fakir (butuh) dan kebutuhan anda belum tercukupi.

RM Sosrokartono mengatakan,
” Ing donya mung kebak kangelan, sing ora gelem kangelan aja ing donya. “
artinya :
” Di dunia penuh dengan kesusahan, yang tidak mau susah jangan di dunia. “


PADHANG ING PETENG , ini adalah nasehat yang lainnya.

" ... Wosipun inggih punika ngupadosi padhang ing peteng; seneng ing sengsara, tunggaling sewu yuta ... "

Artinya, "Yang jelas adalah mencari terang di dalam gelap; senang dalam kesengsaraan, ribuan juta contohnya."

Apa saja yang ada di dunia ini relatif.
Di bumi ini selalu ada dualisme, seperti padhang-peteng; seneng-sengsara; sehat-sakit; hujan-panas dan lain sebagainya.
Demikianlah yang namanya kehidupan.

Peteng terus itu tidak ada. Padhang terus juga tidak ada.
Seneng terus itu juga tidak ada. Sengsara terus itupun tidak ada.

Oleh karena itu, yang bertentangan itu dibutuhkan dalam kehidupan ini.
Dengan adanya panjang, kita tahu pendek; dengan adanya sakit, kita bisa merasakan sehat. Dengan mengetahui baik, maka kita tahu apa itu buruk.

Hujan dan panas, keduanya dibutuhkan dalam kehidupan ini. Kalau orang tidak mau peteng dan selalu ingin yang padhang saja, apa jadinya dunia ini? Kapan kita istirahat, kapan kita tidur?

Kalau peteng terus, apa saja yang semula tumbuh pasti mati. Sebab tidak terkena sinarnya matahari. Kalau panas terus, bumi ini akan kering kerontang, kematian akan tersebar di muka bumi.

Kalau hujan terus, pasti terjadi banjir di mana-mana. Daratan akan tenggelam, kelaparan melanda dunia disertai kematian umat manusia. Dimana-mana yang ada cuma air! Apa jadinya bumi ini?

Senang dan sengsara harus diterima seperti apa adanya, karena kedua-duanya membawa manfaat dan didalamnya ada hikmah yang tersembunyi.

Janganlah kita terikat atau terbelenggu oleh senang dan susah.
Jika kesengsaraan datang, terimalah. Jika kesenangan datang, sambutlah.
Mengapa? Supaya hidup ini dapat dijalani dengan tenang.

Di manapun anda temukan kegelapan, maka terangilah.
Di manapun anda temukan kesengsaraan, maka berilah kesenangan.

Janganlah berhenti melakukan tugas itu, karena berjuta-juta yang membutuhkan cahaya terang dan sinar kebahagiaan.

catatan :
{sesungguhnya banyak yang bisa kita pelajari dari Raden Kartono ini..tetapi sementara ini ini dahulu..nanti disambung lagi dalam topik yang lain lagi..masih tentang ajaran RM Sosro Kartono.}


Sekilas Biografi

Raden Mas Panji Sosrokartono lahir di Mayong pada hari Rabu Pahing tanggal 10 April 1877 M. Beliau adalah putera R.M. Adipati Ario Sosroningrat, bupati Jepara. Semenjak kecil beliau sudah mempunyai keistimewaan, beliau cerdas dan mempunyai kemampuan membaca masa depan.

Sosrokartono yang di Jepara akrab dipanggil Kartono ini, sejak kecil sudah memiliki kemampuan belajar dan analisis yang istimewa, dan konon bisa meramal masa depan. Nah, berlawanan dengan Kartini yang kecerdasannya harus terkungkung isu gender, kecerdasan Kartono difasilitasi penuh oleh keluarganya tanpa dipingit-pingit.

Kakak dari ibu kita Kartini ini, setelah tamat dari Eropesche Lagere School di Jepara, melanjutkan pendidikannya ke H.B.S. di Semarang. Pada tahun 1898 meneruskan sekolahnya ke negeri Belanda. Mula-mula masuk di sekolah Teknik Tinggi di Leiden, tetapi merasa tidak cocok, sehingga pindah ke Jurusan Bahasa dan Kesusastraan Timur. Beliau merupakan mahasiswa Indonesia pertama yang meneruskan pendidikan ke negeri Belanda, yang pada urutannya disusul oleh putera-putera Indonesia lainnya.

Pembimbing utama Kartono di Leiden adalah Profesor Dr Johan Hendrik Kern, seorang Orientalis. Ia segera menjadi murid kesayang-an Kern. Meski baru pindah kampus, Kern sudah menyuruhnya bicara di Kongres Sastra Belanda di Gent, Belgia, pada September 1899.

Dengan menggenggam gelar Docterandus in de Oostersche Talen dari Perguruan Tinggi Leiden, beliau mengembara ke seluruh Eropa, menjelajahi pelbagai pekerjaan. Selama perang dunia ke I, beliau bekerja sebagai wartawan perang pada Koran New York Herald dan New York Herald Tribune. Kemudian, setelah perang usai, beliau menjadi penerjemah di Wina, tapi beliau pindah lagi, bekerja sebagai ahli bahasa pada kedutaan Perancis di Den Haag, dan akhirnya beliau hijrah ke Jenewa. Sebagai sarjana yang menguasai 26 bahasa, (bahkan ada yang bilang menguasai 40 bahasa) beliau bekerja sebagai penerjemah untuk kepentingan Perserikatan Bangsa-Bangsa di Jenewa.

Salah satu prestasi gemilang beliau di Herald Tribune adalah ketika berhasil memberitakan perundingan rahasia Jerman dan Perancis di akhir PD I, sebelum perjanjian Versailles direncanakan. Konon beliau bisa dapat berita super rahasia ini karena beliau-lah penerjemah perundingan maha penting itu.

Ciri khas tulisan beliau adalah selalu anonim, hanya mencantumkan tiga buah bintang di akhir tulisannya. Dari prestasinya tersebut, beliau pun ditarik oleh Winston Churchill cs, menjadi penerjemah tunggal League of Nations alias Liga Bangsa-Bangsa, pendahulu dari PBB.

Sebuah prestasi yang bukan main-main. Bahkan Muhammad Hatta dalam Memoir menulis bahwa pendapatan Sosrokartono pada masa itu mencapai US$ 1.250 per bulan dan beliau biasa bergaul dengan para cendikiawan dan bangsawan Eropa. “Dengan gaji sebanyak itu, ia dapat hidup sebagai miliuner di Wina,” tulis Hatta (meskipun ada beberapa kontroversi ttg kekayaan beliau, ada yang menyebutkan bahwa itu berasal dari hasil berhutang.). Beliau pun akhirnya mendapat berbagai julukan, antara lain De Mooie Sos atau Sos yang ganteng, dan De Javanese Prins atau Pangeran dari tanah Jawa.

Namun selain kejeniusan dan kesuksesan akademik beliau, kepintaran kebatinan beliau pun tersohor. Seorang dokter di Jenewa, Swiss, pernah dibuat ternganga ketika hanya dengan segelas air putih yang dibacakan doa, Kartono bisa menyembuhkan seorang gadi perempuan yang sudah sakaratul maut. Bakat inilah yang nantinya membuat beliau terkenal di kota Bandung sebagai orang pintar alias paranormal.

Petualangannya di Eropa berakhir pada tahun 1925, ia pun kembali ke tanah air. Ia ingin mendirikan sekolah sebagaimana dicita-citakan Kartini. Ia juga ingin mendirikan perpustakaan.

0 komentar:

Posting Komentar