Rabu, 17 Agustus 2011

Wulang Sunu Karya I NASEHAT MULIA UNTUK ANAK

Karya ISKS Pakubuwana IV



1

Wulang sunu kang kinarya gendhing,
kang pinurwa tataning ngawula,
(suwita) ing wong tuwane,
poma padha mituhu,
ing pitutur kang muni tulis,
sapa kang tan nuruta saujareng tutur,
tan urung kasurang-surang,
(donya) ngakir tan urung manggih billahi,
tembe matine nraka.

Wulang Sunu yang digubah dalam tembang,
Yang berisi tuntunan dalam berbakti,
mengabdi kepada orang tua,
maka perhatikanlah,
nasehat yang tertulis,
siapa yang tidak menuruti kata-kata nasehat,
akhirnya terlunta-lunta,
di zaman akhir akan mendapat celaka,
kelak matinya tersiksa.


2

Mapan sira mangke anglampahi,
ing pitutur kang muni ing (layang),
pasti becik setemahe,
bekti mring rama ibu duk purwa sira udani,
karya becik lan ala,
saking rama ibu,
duk siro tasih jajabang,
ibu iro kalangkung lara prihatin,
rumeksa maring siro.

Jikalau kamu sudi menjalani,
Nasehat berarti di atas kertas,
Pasti akan baik dalam urusan apa saja,
Berbakti pada ayah ibu
yang dulu kamu …
berbuat baik dan buruk,
dari ayah ibu,
saat kamu masih dalam kandungan,
ibumu lebih menderita dalam prihatin,
dalam menjaga & memeliharamu


3

Nora eco (dahar) lawan ghuling,
ibu niro rumekso ing siro,
dahar sekul uyah bae,
tan ketang wejah luntur,
nyakot bathok dipun lampahi,
saben ri mring bengawan,
pilis singgul kalampahan,
ibu niri rumekso duk siro alit,
mulane den rumongso.

Tidak enak untuk makan dan tidur,
Ibumu selalu mengidamkanmu,
Makan nasi garam saja,
Walaupun hanya minum jamu menyusui,
Menggigit tempurung pun dijalani,
Setiap hari ke sungai,
Pilis (bubuk jamu ditempel di jidat) singgul
(bubuk jamu ditempel di kening) dilakoni,
Ibu selalu merawat sejak kamu kecil,
Maka rasakanlah (berimpati)


4

Dhaharira mangke pahit getir,
ibu niro rumekso ing sira,
nora ketang turu samben,
tan ketang komah uyuh gupak tinjo dipun lampahi,
lamun sira wawratana,
tinatur pinangku,
cinowekan ibu nira,
dipun dusi esok sore nganti resik,
lamun luwe dinulang

Makananmu nanti pahit getir,
Ibumu selalu merawat dirimu,
tidurnya sekedar sambilan (tidak nyenyak),
walau harus basah kuyup air kencingmu,
berlepotan tai tetep dijalani,
Bila kamu ingin kencing,
Kencing sambil dipangku (tatur), beralaskan ibumu,
Dimandikan pagi sore sampai bersih,
Bila lapar disuapi


5

Duk sira ngumur sangang waresi,
pasti siro yen bisa rumangkang,
ibumu momong karsane,
tan ketang gombal tepung,
rumeksane duk sira alit,
yen sira kirang pangan nora ketang nubruk,
mengko sira wus (diwasa),
nora ana pamalesira,
ngabekti tuhu sira niaya.

Waktu kau umur sembilan bulan,
Pasti kau bisa merangkak,
Ibumu tetap mengasuh,
Walaupun apa adanya,
Merawat saat kamu kecil,
Bila kau kurang pangan,
Dipenuhi walau harus ngutang,
Kelak bila kau sudah dewasa tiada balas-budimu,
Sungguh kamu menganiaya.


6

Lamun sira mangke anglampahi,
nganiaya ing wong tuwanira,
ingukum dening Hyang Manon,
tembe yen lamun lampus,
datan wurung pulang lan geni,
yen wong durakeng rena,
sanget siksanipun,
mulane wewekas ingwang,
aja wani dhateng ibu rama kaki,
prentahe lakonano.

Bila kelak kamu tetap lakukan,
menganiaya orang tuamu,
bakal dihukum Tuhan,
kelak bila ajal tiba,
akhirnya juga mendapat siksa,
bila orang durhaka kepada ibu,
siksaannya berat sekali,
maka wasiat ku,
jangan berani kepada ibu, dan ayah..anak ku,
perintahnya laksanakan.


7

Parandene mangke sira iki,
yen den wulang dhateng ibu rama,
sok balawanan ucape,
sumahir bali mungkur,
iya iku cegahen kaki,
tan becik temahira,
donya keratipun,
tan wurung kasurang-kasurang,
tembe mati sinatru dening Hyang widhi,
siniksa ing “Malekat”.

Kenapa kamu ini,
Bila diajari ibu bapa,
Ucapanmu sering membantah,
Berlagak sudah mahir sambil membelakangi,
Hindarilah sikap itu anakku,
Tidak baik yang akan kau dapatkan,
Dunia akhiratnya,
Toh akhirnya terlunta-lunta,
Kelak akan mati sebagai seteru Tuhan,
Disiksa “malaikat”.


8

Yen wong anom ingkang anastiti,
tan mangkana ing pamang gihira,
den wulang ibu ramane,
asilo anem ayun,
wong tuwane kinaryo Gusti,
lungo teko anembah iku budi luhung,
serta bekti ing sukma,
hiyo iku kang karyo pati lan urip,
miwah sandhang lan pangan.

Bagi anak muda yang patuh,
Bukan begitu sikapmu,
Dibimbing ibu bapanya,
Sikapnya sopan menghargai,
Orang tuanya sebagai “wakil” Tuhan,
Datang-pergi selalu menghormat,
Seperti itu budi-pekerti yang luhur,
Serta berbakti pada Hyang Suksma,
yakni Yang Kuasa mematikan dan menghidupkan,
Termasuk sandang dan pangan.


9

Kang wus kaprah nonoman samangke,
anggulang polah,
malang sumirang,
ngisisaken ing wisese,
andadar polah dlurung,
mutingkrang polah mutingkring,
matengkus polah tingkrak,
kantara raganipun,
lampahe same lelewa,
yen gununggung sarirane anjenthit,
ngorekken wong kathah.

Kelak, bagi pemuda yang sudah salah kaprah,
Banyak bertingkah,
malang melintang tidak karuan,
membiarkan diri dalam kenistaan,
wataknya sombong tinggi hati,
suka memamerkan keelokan tubuhnya,
lagaknya acuh tak acuh,
mudah tersinggung,
meresahkan banyak orang


10

Poma aja na nglakoni,
ing sabarang polah ingkang salah
tan wurung weleh polahe,
kasuluh solahipun,
tan kuwama solah kang silip,
semune ingeseman ing sasaminipun,
mulane ta awakingwang,
poma aja na polah kang silip,
samya brongta ing lampah.

Maka jangan ada yang mengalami, tingkah laku nista,
Yang salah pasti bakal menanggung malu,
ketahuan boroknya, tak ada yang bisa luput,
setiap sikap lacur,
berlagak ramah pada sesama,
ingatlah..anakku,
jangan sampai mempunyai perilaku lacur,
prihatinlah dalam setiap langkah.


11

Lawan malih wekas ingsun kaki,
kalamun sira andarbe karsa,
aja sira tinggal bote,
murwaten lan ragamu,
lamun derajatiro alit,
aja ambek kuwawa,
lamun siro luhur,
den prawira anggepiro,
dipun sabar jatmiko alus ing budi,
iku lampah utama.

Dan sekali lagi wasiat ingsun..anakku,
Bilamana kalian mempunyai keinginan,
Pertimbangkan dengan cermat,
Jagalah dirimu,
Bila pangkatmu kecil,
Jangan bertingkah (sok) kuasa,
Bila kalian terhormat,
Besikap sabar, bagus dan halus budi pekertinya,
Itulah perilaku utama.


12

Pramilane nonoman puniki,
den taberi jagong lan wong tuwa,
ingkang becik pituture,
tan sira temahipun,
apan bathin kalawan lahir,
lahire tatakromo,
bathine bekti mring tuhu,
mula eta wekasing wong,
sakathahe anak putu buyut mami,
den samya brongta lampah.

Mangkanya jadi anak muda itu
jangan sungkan bergaul dengan orang tua (matang ilmunya),
yang bagus nasehatnya,
bukan kalian bandingannya,
sekalipun batin maupun lahir,
lahirnya menjaga tata krama,
batinnya mengabdi pada kesetiaan,
itulah wasiatku,
semua anak cucu buyut ku,
kalian terapkan perilaku mulia.





TENTANG PAKUBUWONO IV :

Siapa Pakubuwana IV ?

Sri Susuhunan Pakubuwana IV (lahir: Surakarta, 1768 – wafat: Surakarta, 1820) adalah raja ketiga Kasunanan Surakarta yang memerintah tahun 1788 – 1820. Ia dijuluki sebagai Sunan Bagus, karena naik takhta dalam usia muda dan berwajah tampan.

Awal Pemerintahan

Nama aslinya adalah Raden Mas Subadya, putra Pakubuwana III yang lahir dari permaisuri keturunan sultan Demak. Ia dilahirkan tanggal 2 September 1768 dan naik takhta tanggal 29 September 1788, dalam usia 20 tahun.

Pakubuwana IV adalah raja Surakarta yang penuh cita-cita dan keberanian, berbeda dengan ayahnya yang terkenal lemah dan kurang cakap. Ia tertarik pada paham Kejawen dan mengangkat para tokoh golongan tersebut dalam pemerintahan. Hal ini tentu saja ditentang para pejabat Islam yang sudah mapan di istana.

Para tokoh Kejawen tersebut mendukung Pakubuwana IV untuk bebas dari VOC dan menjadikan Surakarta sebagai negeri paling utama di Jawa, mengalahkan Yogyakarta.


Peristiwa Pakepung

Keadaan Surakarta semakin tegang. Para pejabat yang tersisih berusaha mengajak VOC untuk menghadapi raja. Pakubuwana IV sendiri membenci VOC terutama atas sikap residen Surakarta bernama W.A. Palm yang korup.

Residen Surakarta pengganti Palm yang bernama Andries Hartsinck terbukti mengadakan pertemuan rahasia dengan Pakubuwana IV. VOC mulai cemas dan menduga Hartsinck dimanfaatkan Pakubuwana IV sebagai alat perusak dari dalam.

VOC akhirnya bersekutu dengan Hamengkubuwana I dan Mangkunegara I untuk menghadapi Pakubuwana IV. Pada bulan November 1790 bersama mereka mengepung Keraton Surakarta.

Dari dalam istana sendiri, para pejabat senior yang tersisih ikut menekan Pakubuwana IV agar menyingkirkan para penasihat rohaninya. Peristiwa ini disebut Pakepung.

Pakubuwana IV akhirnya mengaku kalah tanggal 26 November 1790 dengan menyerahkan para penasihatnya yang berpaham Kejawen untuk dibuang VOC.


Sikap terhadap Yogyakarta

Atas prakarsa VOC, maka Pakubuwana IV, Hamengkubuwana I dan Mangkunegara I bersama menandatangani perjanjian yang menegaskan bahwa kedaulatan Surakarta, Yogyakarta, dan Mangkunegaran adalah setara dan mereka dilarang untuk saling menaklukkan.

Meskipun demikian, Pakubuwana IV tetap saja menyimpan ambisi untuk mengembalikan Mataram-Yogyakarta ke dalam pangkuan Surakarta. Sejak tahun 1800 tidak ada lagi VOC karena dibubarkan pemerintah negeri Belanda. Sebagai gantinya, dibentuk pemerintahan Hindia Belanda yang juga dipimpin seorang gubernur jenderal.

Herman Daendels gubernur jenderal Hindia Belanda sejak 1808 menerapkan aturan yang semakin merendahkan kedaulatan istana. Dalam hal ini Pakubuwana IV seolah-olah menerima kebijakan itu karena ia berharap Belanda mau membantunya merebut Yogyakarta.

Pakubuwana IV juga pandai bersandiwara di hadapan Thomas Raffles, wakil pemerintah Inggris yang telah menggeser pemerintahan Hindia Belanda tahun 1811. Sementara itu Hamengkubuwana II (pengganti Hamengkubuwana I terkesan kurang ramah terhadap bangsa asing.

Pakubuwana IV memanfaatkan kesempatan itu. Ia saling berkirim surat dengan Hamengkubuwana II yang berisi hasutan supaya Yogyakarta segera memberontak terhadap penjajahan Inggris. Harapannya, Yogyakarta akan hancur di tangan Inggris.

Pihak Inggris lebih dulu mengambil tindakan. Pada bulan Juni 1812 istana Yogyakarta berhasil diduduki dengan bantuan Mangkunegara II. Hamengkubuwana II sendiri ditangkap dan dibuang ke Penang.
Persekutuan dengan Orang-Orang Sepoy

Surat-menyurat antara Pakubuwana IV dan Hamengkubuwana II terbongkar. Pihak Inggris tidak menurunkan Pakubuwana IV dari takhta tapi merebut beberapa wilayah Surakarta.

Pakubuwana IV belum juga jera. Pada tahun 1814 ia bersekutu dengan kaum Sepoy dari India, yaitu tentara yang dibawa Inggris untuk bertugas di Jawa. Tentara Sepoy ini diajak Pakubuwana IV untuk memberontak terhadap Inggris, serta menaklukkan Yogyakarta yang saat itu dipimpin Hamengkubuwana III.

Persekutuan ini kandas tahun 1815. Sebanyak 70 orang Sepoy yang terlibat pemberontakan diadili pihak Inggris. Sejumlah 17 orang di antaranya dihukum mati, sedangkan sisanya dipulangkan ke India sebagai tawanan. Thomas Raffles juga membuang seorang pangeran Surakarta yang dianggap sebagai penghasut Pakubuwana IV.

Akhir Pemerintahan

Pakubuwana IV masih menjadi raja Surakarta tanpa diturunkan Inggris. Sebaliknya, ia mengalami pergantian pemerintah penjajah, dari Inggris kembali kepada Belanda tahun 1816.

Pakubuwana IV meninggal dunia tanggal 2 Oktober 1820. Ia digantikan putranya yang bergelar Pakubuwana V.

Selain dikenal sebagai ahli politik yang cerdik, Pakubuwana IV juga terkenal dalam bidang sastra, khususnya yang bersifat rohani. Ia diyakini mengarang naskah Serat Wulangreh yang berisi ajaran-ajaran luhur untuk memperbaiki moral kaum bangsawan Jawa.

Pujangga besar Ranggawarsita mengaku semasa muda ia pernah belajar beberapa ilmu kesaktian kepada Pakubuwana IV. Ranggawarsita sendiri merupakan cucu angkat Pangeran Buminoto, adik Pakubuwana IV.


Catatan
Selain Pakubuwana V, ada dua lagi putra Pakubuwana IV yang menjadi raja Surakarta, yaitu Pakubuwana VII dan Pakubuwana VIII.

0 komentar:

Posting Komentar